Logo Marhalah Hazifna 2015

We are the next Azharian Graduate of Hazifna

Kabinet Kerja Marhalah Hazifna 2015

Usai pelantikan kabinet putra marhalah hazifna berfoto bersama dengan Presiden PPMI mesir(Abdul Ghofur Mahmudin) [jumat, 16/10/2015 di Aula KEMASS]

Kabinet Kerja Marhalah Hazifna 2015

Usai pelantikan kabinet putri pun berfoto bersama dengan Presiden PPMI mesir(Abdul Ghofur Mahmudin)

Hari Batik Nasional

Pembukaan acara Hari Batik Nasional yang dibuka oleh Ibu Nia yang bertempatan di Wisma Nusantara (Sabtu, 10/10/2015)

Selasa, 05 Januari 2016

Apa Arti HAZIFNA??

Banyak yang bertanya-tanya apa artinya HAZIFNA? Dari kata apa,? fiil apa,? Dan masih banyak lagi pertanyaan dibalik sebuah nama yang baru saja disematkan pada kita, mahasiswa mesir baru kedatangan tahun 2015..

Nama kita memiliki 2 buah makna mendalam..
Jika kalian ingin menjawab dengan arti yang pendek, maka jawab dengan ini:

الحركة العظيمة في نيل النجاح
"Al-Harakah al-Azhîmah fî Nayli an-Najâh"

sebuah pergerakan besar untuk meraih dan mencapai kesuksesan.

Jika kalian ingin menjawab dengan jawaban yang lebih luar biasa dan panjang ketika ditanya apa artinya Hazifna? Maka jawabannya adalah:

الحركة العظيمة في الانشطة التربوية بالاخلاق الكريمة و المعية نرقي بها الانزاز و الامتياز في نيل النجاح
"Al-Harakah Al- Azhîmah fî al-Ansyitoh al-Tarbawiyyah bil Akhlâqil Karîmah wal Ma'iyyah Nuroqqi bihâ al-Inzâza wal Imtiyâza fî Nayli an-Najâh"

sebuah pergerakan yang besar dalam seluruh aspek pendidikan dengan akhlak yang mulia dan pondasi kebersamaan kita tingkatkan potensi dan prestasi untuk menggapai kesuksesan hakiki.

Terdapat harapan dan doa yang agung di balik sebuah nama yang dihuni oleh orang-orang besar "HAZIFNA''...

Digerakkan oleh orang-orang yang besar jiwanya, besar hatinya, dan besar perjuangnnya..

Itulah makna yang terkandung dalam seculi nama yang akan kita perjuangkan bersama..

--
Kairo, 21 september 2015
Oleh: Muhammad Kamal Ihsan

Minggu, 03 Januari 2016

Sinopsis Disertasi Doktoral Mas Yunus

Teman-teman Masisir.. Ini adalah pengantar singkat (sinopsis) sekaligus judul Disertasi Doktoral Mohammad Yunus Masrukhin yang di-munaqasyah-kan pada Selasa, 29/12/2015 di Auditorium Fak. Dirasat Islamiyah, Hay Sadis, Universitas Al-Azhar, pukul 10.00 pagi.
Semoga bermanfaat..
________
Aspek Humanis dalam Diskursus Ilmu Kalam Perspektif Kaum Asy'arian;
Pembacaan Kontemporer atas Urgenitas Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah

Mohammad Yunus Masrukhin, MA

Secara sederhana, tema yang mencoba diketengahkan—dalam tema/disertasi ini—merupakan usaha untuk menjawab sejumlah kritikan yang mengemuka dari beberapa kalangan akademis dalam diskursus pemikiran Islam kontemporer. Sejumlah kritikan itu, meski bertitik tolak dari sudut pandang yang beragam, tetapi kesemuanya bertemu dalam satu pokok pandangan bahwa "akidah Ahlussunnah wal Jama'ah (selanjutnya disingkat Aswaja) yang mayoritas bermazhab Asy'ari telah kehilangan kemampuannya dalam menjalankan fungsinya, yakni fungsi teologis yang menjadi etos manusia kontemporer untuk menemukan nilai kemanusiaan yang kontemporer. Lebih dari itu, akidah Aswaja ini juga dianggap tak mampu menjadi pendorong bagi dinamika peradaban yang hadir dalam bingkai modernitas".

Dengan demikian, dalam pandangan mereka, Aswaja—terutama yang dihadirkan oleh kaum Asy'arian—telah kehilangan urgenitasnya, sehingga ia tak lagi relevan untuk hadir dalam diskursus pemikiran Islam kontemporer. Pada gilirannya, ia harus diganti dengan bentuk-bentuk pemikiran teologis lain yang dianggap mampu menyesuaikan diri dengan kondisi—sejak dari yang radikal kiri sampai pada yang radikal kanan.

Untuk menjawab tantangan teologis kontemporer tersebut, Aswaja (yang dirunut sejak dari Imam Abu Al-Hasan Al-Ash'ari [w. 324 H./936 M.] sampai pada generasi Asy'arian kontemporer) yang dibaca secara kontemporer merupakan titik mula usaha pembuktian bahwa ia adalah pemikiran teologis yang tanggap atas polemik diskursif. Ia siap untuk diukur dengan syarat-syarat keabsahan pemikiran yang marak pada masa kontemporer, tanpa harus mengalami keterputusan dengan keabsahan yang telah diraihnya dari syarat-syarat diskursif yang ada dalam tradisi teologis sebelumnya.

Dengan menitik-beratkan pembacaan pada kesadaran teologis dari bangunan pemikiran yang ada dalam Aswaja, tema/disertasi ini berusaha untuk menyoroti relasi manusia dalam beragam dimensi. Secara umum, ragam dimensi tersebut bisa dibagi menjadi tiga: 1) dimensi ontologis; 2) dimensi epistemologis; 3) dimensi praktis.

Dimensi ontologis merupakan usaha untuk mencermati kesadaran relasional (bukan kesadaran relatif) manusia dengan Tuhan untuk menemukan keaslian wujudnya di hadapan wujud-Nya, sebagai manusia yang berkehendak atas pilihannya, juga sejumlah kemungkinan yang dimilikinya. Ia merupakan pembuktian atas relasi manusia-Tuhan pada tataran kesadaran wujud dan kebebasan.

Dimensi epistemologis merupakan pencermatan kesadaran relasional manusia-Tuhan melalui hadirnya kenabian dalam lingkup kesadaran manusia. Sebuah kehadiran yang merupakan pewartaan tentang bentuk relasi manusia-Tuhan yang lengkap, yang membentuk bangunan pemikiran keagamaan yang menjadi sarana menuju pengetahuan tentang kemanusiaan sejati.

Dimensi praktis merupakan usaha untuk melacak pembuktian hadirnya kesadaran ontologis dan epistemologis dalam tataran kenyataan. Suatu kenyataan yang tak hanya ditunjukkan oleh kemampuan manusia untuk menyadari dan mengetahui relasi-relasi di atas, tetapi juga kemampuannya untuk mengejawantahkan sebagai bentuk keshalehan.

Keshalehan merupakan bentuk sikap manusia yang sadar atas pilihannya untuk beriman, yang dibenarkan oleh dua relasi di atas, sehingga pilihan tersebut bisa dikatakan sebagai kehendak untuk beriman. Iman sebagai bukti kebebasan manusia untuk menunjukkan bentuk kemanusiaannya dalam konteks nyata. Itulah sebabnya, kehendak untuk beriman mengandaikan kesanggupan kesadaran teologis untuk menjalankan segala perintah dan segala larangan Tuhan.

Dengan mencermati tiga dimensi tersebut, maka kesadaran manusia yang dihadirkan dalam tradisi teologi Aswaja dari kaum Asy'arian, sejak masa Imam Al-Asy'ari sampai masa kontemporer, merupakan kesadaran teologis yang berimbang. Yakni, keseimbangan yang mampu menautkan dimensi ketuhanan dan kemanusiaan secara padu, sehingga melahirkan bentuk kemanusiaan teologis sebagai bentuk kemanusiaan sejati.
Wal-Lâhu al'lam

Sabtu, 02 Januari 2016

Tentang Seseorang yang Masih Terkenal.

KAU TAHU??
Ada seseorang yang beberapa waktu ini banyak dibicarakan. Bahkan sangat eksis di sosial media meski ia tak punya akun EMAIL, memiliki jutaan pengikut tanpa pernah bekicau di TWITTER, dan banyak yang menyukai nya meski ia tak pernah membuat status untuk di LIKE.

Walaupun ia tak punya alamat WEBSITE, tidak terhitung berapa kali perjalanan hidupnya ditelusuri. Begitu juga, tak terhitung jumlah mereka yang berusaha meniru sikap dan aktifitas kesehariannya meski ia tak pernah menguploadnya di YOUTUBE.

Siapapun mengenalnya meski ia tak pernah menulis tentang dirinya di BLOG. Semua orang berharap untuk bermimpi, bertemu, dan melihat wajahnya karena ia tak memiliki akun INSTAGRAM. Banyak yang mencari tahu tentang dirinya meski ia tak dapat langsung menjawab seperti akun ASK FM.

Hari lahirnya selalu dirayakan, walau tanggal lahirnya tak pernah tercantum di profil GOOGLE+. Dan selalu dapat kiriman hadiah tanpa nomor WHATSAPP.

Itulah Nabi kita, Baginda Rasulullah SAW..

Rasulullah SAW ketika shalat bisa sampai kedua kakinya bengkak, naah kita sampai baterai SMARTPHONE habis aja masih betah di sosmed.
Rasulullah SAW itu menyuruh umatnya untuk berterbaran mencari rizki yg halal dan berkah bukan berlama-lama aktif ONLINE.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk berdo'a sebelum makan dan bersyukur bukaan malah memfotonya dan diupload di PATH.

Ia menyediri demi beribadah kepada Allah, bukan menunggu TIMELINE, NOTIFICATION, ataupun MENTION. **
--

Memang benar, pada zaman beliau belum ada gadget-gadget canggih macam sekarang. Jangankan di masa Nabi, zaman orang tua kita saja internet masih terbatas.

Namun, kita bisa berpikir lagi. Apa iya, kita masih pantas berbangga diri menjadi umat Muhammad SAW, sementara kita sering lupa untuk bersholawat?

Galaunya beliau adalah karena mengkhawatirkan umat, bagaimana keadaan mereka nanti sepeninggalnya. Apakah mereka akan selamat di akhirat atau tidak..
Sampai penghabisan hembusan nafasnya, tahu kan yang beliau cemaskan?

Lantas, kenapa jarang sekali kita risau dengan kerusakan umat yang jelas-jelas terlihat. Bahkan kita seringkali terlalu percaya diri akan dapat syafaat.

Mengingat itu, rasanya jadi malu sekali. Terngiang sebaris pilu permohonan Raihan,

"Ya Rasulallah Ya Habiballah.. terimalah kami sebagai umatmu.."

--
**: kutipan status seorang teman di Facebook.
Thanks for inspiring, Berliana Shofia.. ;)
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com